WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA



Wawasan Nasional 

Wawasan dari kata wawas yang berarti meninjau, memandang, mengamati.  Dengan demikian wawasan dapat diartikan konsepsi cara pandang (KBBI, 2002 : 1271).  Pada awal era reformasi menjadi kurang populer, sehingga para politisipun enggan menggunakan istilah ini (tidak lagi tersurat dalam GBHN 1999 sebagai wawasan bangsa). 

Wawasan nasional bangsa terbentuk karena bangsa tinggal dalam suatu wilayah—yang diakui sebagai miliknya—untuk kehidupannya.  Oleh karena itu, apabila kita membahas bangsa akan terkait pula masalah : sejarah diri dan budaya, falsafah hidup serta tempat tinggal dan lingkungannya.  Dari ketiga aspek tercetus aspirasi bangsa yang kemu-dian dituangkan dalam perjanjian tertulis—konstitusi—maupun tidak tertulis namun tetap menjadi catatan hidup—motivasi—yang semuanya dituangkan menjadi ajaran—doktrin—dasar untuk membangun negara yang berupa wawasan nasional.
             
Wawasan nasional bangsa Indonesia, dinamakan Wawasan Nusantara, yang merupakan implementasi perjuangan pengakuan se-bagai negara kepulauan yang disesuaikan dengan kemajuan jaman.  Pada masa lalu paham negara kepulauan hanya meliputi kumpulan pulau-pulau—berdasarkan contour—yang dipisahkan oleh laut.  Paham Nusan-tara menunjukkan 2 (dua) arah pengaruh :
1.     Ke dalam  :  berlaku asas kepulauan, yang menuntut terpadunya unsur tanah dan air yang selaras dan serasi guna merealisasikan wujud tanah air.
2.     Ke luar      :  berlakunya asas posisi antara, yang menuntut posisi kuat bagi Indonesia untuk dapat berdiri tegak dari tarikan segala penjuru.

Wawasan Nusantara
             
Geopolitik Indonesia dinamakan Wawasan Nusantara, yang secara umum didefinisikan sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia tentang dirinya yang bhineka, dan lingkungan geografinya yang berwujud negara kepulauan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan tujuannya adalah untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional dan turut serta menciptakan dalam ketertiban dan perdamaian dunia.  Kesemua itu dalam rangka mencapai Tujuan Nasional.    Oleh karena itu hakekat tujuan wawasan nusantara adalah kesatuan dan persatuan dalam kebhinekaan, yang mengandung arti :
1.     Penjabaran tujuan nasional yang telah diselaraskan dengan kondisi, posisi dan potensi geografi serta kebhinekaan budaya.
2.       Pedoman pola tindak dan pola pikir kebijaksanaan nasional
3.       Hakikat Wawasan Nusantara persatuan dan kesatuan dalam ke-bhinekaan.

Kedudukan Wawasan Nusantara

Dalam sistem kehidupan nasional Indonesia sebagai paradigma kehidupan Nasional Indonesia yang urutannya sebagai berikut :
1.       Pancasila sebagai filsafat, ideologi bangsa dan dasar negara.
2.       UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
3.       Wawasan Nusantara sebagai geopolitik bangsa Indonesia.
4.       Ketahanan Nasional sebagai geostrategi bangsa dan negara Indonesia.
5.      Politik dan strategi nasional sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam pembangunan nasional.
              
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional sebagai doktrin da-sar pengaturan kehidupan nasional.  Sedangkan politik dan strategi na-sional sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam bentuk GBHN—masa Orba—yang dijabarkan lebih lanjut dalam kebijaksanaan strategi pada strata di bawahnya.
             
Doktrin dasar adalah himpunan prinsip atau teori yang diajarkan, dianjur-kan dan diterima sebagai kebenaran, untuk dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan, dalam usaha mencapai tujuan.  Doktrin dasar adalah doktrin yang timbul dari pemikiran yang bersifat falsafah.

Peranan Wawasan Nusantara
           
Dalam kehidupan nasional, Wawasan Nusantara dikembangkan peranannya untuk :
1.       Mewujudkan serta memelihara persatuan dan kesatuan yang serasi dan selaras, segenap aspek kehidupan nasional.
2.       Menumbuhkan rasa tanggung jawab atau pemanfaatan lingkungan-nya. Peranan ini berkaitan dengan adanya hubungan yang erat dan saling terkait dan ketergantungan antara bangsa dengan ruang hi-dupnya. Oleh karena itu pemanfaatan lingkungan harus bertanggung jawab. Bila tidak, maka akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang pada akhirnya akan merugikan bangsa itu sendiri.
3.       Menegakkan kekuasaan guna melindungi kepentingan nasional.  Ke-pentingan nasional menjadi dasar hubungan antara bangsa. Apabila satu bangsa kepentingan nasionalnya sejalan atau paralel dengan kepentingan nasional bangsa lain, maka kedua bangsa itu akan mu-dah terjalin hubungan persahabatan. 
4.       Merentang hubungan internasional dalam upaya ikut menegakkan perdamaian.

Wajah Wawasan Nusantara
            
Pengertian istilah wajah adalah roman muka.   Wajah manusia hanya satu, tetapi wajah itu memiliki beberapa roman muka dan tiap roman muka berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
            
Dalam hubungan itu dapat dikatakan bahwa geopolitik Indonesia hanya satu yaitu Wawasan Nusantara (Wasantara). Tetapi wajahnya lebih dari satu yaitu ada 4 wajah meliputi :
1.       Wajah Wasantara sebagai wawasan nasional yang melandasi konsepsi Ketahanan Nasional.
2.       Wajah Wasantara sebagai wawasan pembangunan nasional.
3.       Wajah Wasantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan.
4.       Wajah Wasantara sebagai wawasan kewilayahan.

Wasantara sebagai Landasan Konsepsi Ketahanan Nasional
            
Wajah Wawasan Nusantara dalam pengembangannya dipandang sebagai konsepsi politik ketatanegaraan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional. Sebagai suatu konsepsi politik yang didasarkan pada pertim-bangan konstelasi geografis, wawasan nusantara dapat dikatakan meru-pakan penerapan teori geopolitik dari bangsa Indonesia.
             
Dengan demikian wawasan nusantara selanjutnya menjadi lan-dasan penentuan kebijaksanaan politik negara. Dalam perjuangan menca-pai tujuan nasional akan banyak menghadapi tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari luar negeri maupun dari dalam negeri sendiri.  Untuk menanggulanginya dibutuhkan suatu keku-atan, baik fisik maupun mental.  Semakin tinggi kekuatan tersebut maka semakin tinggi pula kemampuannya. Kekuatan dan kemampuan inilah yang diistilahkan ketahanan nasional.  Semakin tinggi ketahanan nasi-onal yang dapat dicapai maka semakin mantap pula kesatuan dan persa-tuan nasional. Semakin mantapnya persatuan dan kesatuan nasional berarti semakin dekat kita dalam mencapai tujuan nasional.  Berdasarkan rangkaian pemikiran yang demikian itu, maka ketahanan nasional diar-tikan sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan dalam mencapai persatuan dan kesatuan nasional dalam rangka keseluruhan mencapai kesejahteraan dan keamanan nasional.  Bertolak dari pandangan ini maka ketahanan nasional merupakan geostrategi nasional, untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditegaskan dalam wawasan nusantara.  Ketahanan nasional ini perlu dibina, dipelihara dan ditingkatkan dengan berpedoman pada wawasan nusantara yang juga serentak untuk memberi isi kepadanya.

Wasantara sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
             
Menurut UUD 1945, MPR wajib membuat GBHN.  GBHN —masa  Orba—menegaskan bahwa wawasan dalam penyelenggaraan pem-bangunan nasional adalah Wawasan Nusantara, yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD’45. Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan ling-kungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang mencakup :
1.       Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik dalam arti :
a.      Bahwa kebulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan matra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
b.      Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah serta memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c.      Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa.
d.      Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang melandasi, membimbing dan meng-arahkan bangsa menuju tujuannnya.
e.      Bahwa kehidupan politik diseluruh wilayah Nusantara meru-pakan satu kesatuan politik yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD ‘45.
f.        Bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepentingan nasional.
g.      Bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan dengan bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui politik luar negeri bebas dan aktif serta diabadikan pada kepen-tingan nasional.
2.  Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi, dalam arti :
a.      Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa dan bahwa ke-perluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
b.      Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan kehidupan ekonominya.
c.      Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah Nusantara meru-pakan satu kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2.      Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial dan budaya dalam arti :
a.      Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa.
b.     Bahwa budaya bangsa Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan keka-yaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengem-bangan budaya bangsa seluruhnya dengan tidak menolak nilai-nilai budaya lain yang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa.
4.  Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan Pertahanan dan Keamanan, dalam arti :
a.      Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
b.      Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.

Dari rangkaian uraian di atas dapat disimpulkan bahwa : 
1.      Wawasan Nusantara merupakan penjabaran tujuan nasional yang telah diselaraskan dengan kondisi, posisi dan potensi geografi serta kebhinekaan bangsa dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan.
2.      Wawasan Nusantara merupakan pola tindak dan pola pikir dalam melaksanakan pembangunan nasional.

Wasantara sebagai Wawasan Pertahanan dan Keamanan Negara
             
Wawasan Nusantara adalah pandangan geopolitik Indonesia dalam mengartikan tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang me-liputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.  Mengingat bentuk dan letak geografis Indonesia yang merupakan suatu wilayah lautan dengan pulau-pulau di dalamnya dan mempunyai letak equatorial beserta segala sifat dan corak khasnya, maka implementasi nyata dari Wawasan Nusantara yang menjadi kepentingan-kepentingan pertahanan keamanan negara harus ditegakkan.  Realisasi penghayatan dan pengi-sian Wawasan Nusantara disatu pihak menjamin keutuhan wilayah nasional dan melindungi sumber-sumber kekayaan alam beserta penye-larasannya, sedangkan dilain pihak dapat menunjukkan kedaulatan negara Republik Indonesia. Untuk dapat memenuhi tuntutan itu dalam perkembangan dunia, maka seluruh potensi pertahanan keamanan negara haruslah sedini mungkin ditata dan diatur menjadi suatu kekuatan yang utuh dan menyeluruh.  Kesatuan Pertahanan dan Keamanan negara mengandung arti bahwa ancaman terhadap sebagian wilayah manapun pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.

Wasantara sebagai Wawasan Kewilayahan
             
Sebagai faktor eksistensi suatu negara wilayah nasional perlu ditentukan batas-batasnya agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga. Oleh karena itu pada umumnya batas-batas wilayah suatu negara dirumuskan dalam konstitusi negara (baik tertulis maupun tidak tertulis).   Namun UUD’45 tidak memuat secara jelas ketentuan wilayah negara Republik Indonesia, baik dalam Pembukaan maupun dalam pasal-pasalnya menyebut wilayah/daerah yaitu :
1.       Pada Pembukaan UUD’45, alinea IV disebutkan “…..seluruh tumpah darah Indonesia…..”
2.       Pasal 18, UUD’45 : “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil ……………
            
Untuk dapat memahami manakah yang dimaksudkan dengan wilayah atau tumpah darah Indonesia itu, maka perlu ditelusuri pemba-hasan-pembahasan yang terjadi pada sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), pada bulan Mei – Juni1945, yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indone-sia (PPKI), sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, adalah bersumberkan pada Rancangan UUD dan Piagam Jakarta yang dihasilkan oleh BPUPKI. Dalam rangkaian sidang-sidang BPUPKI bulan Mei – Juni 1945, telah dibahas masalah wilayah Negara Indonesia merdeka yang lebih populer disebut tanah air atau juga “tumpah darah” Indonesia.
             
Dalam sidang-sidang ini yang patut dicatat adalah pendapat : Dr. Supomo, SH dan Muh. Yamin, SH pada tanggal 31 Mei 1945 serta Ir. Sukarno tanggal 1 Juni 1945. 
Supomo mennyatakan, a.l.:
                  “Tentang syarat mutlak lain-lainya, pertama tentang daerah, saya mufakat dengan pendapat yang menga-takan : pada dasarnya Indonesia yang harus meliputi batas Hindia Belanda…” (Setneg RI, tt : 25)
Muh Yamin menghendaki, a.l :
“….. bahwa Nusantara terang meliputi Sumatera, Jawa-Madura, Sunda Kecil, Borneo, Selebes, Maluku-Ambon, dan semenanjung Malaya, Timor dan Papua. ….Daerah kedaulatan negara Republik Indonesia ialah daerah yang delapan yang menjadi wilayah pusaka bangsa Indonesia”. (Setneg RI, tt : 49)
Sukarno dalam pidatonya, a.l. :
“ …..   Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan. Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya.  … Tempat itu yaitu tanah-air. Tanah-air itu adalah satu kesatuan. Allah SWT membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan dimana “kesatuan-ke-satuan” disitu.  Seorang anak kecilpun, jikalau ia meli-hat dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan In-donesia merupakan satu kesatuan. ….” (Setneg RI, tt : 66)

Yang disepakati sebagai wilayah negara Indonesia adalah bekas wilayah Hindia Belanda.  Namun demikian dalam rancangan UUD maupun dalam keputusan PPKI tentang UUD 1945, ketentuan tentang mana wilayah negara Indonesia itu tidak dicantumkan. Hal ini dijelaskan oleh ketua PPKI—Ir. Sukarno—bahwa : dalam UUD yang modern, daerah (= wilayah) tidak perlu masuk dalam UUD (Setneg RI, tt : 347).   Berdasarkan penjelasan dari Ketua PPKI tersebut, jelaslah bahwa wilayah atau tanah air atau tumpah darah Indonesia meliputi batas bekas Wilayah Hindia Belanda.
            
Untuk menjamin pelestarian kedaulatan, serta melindungi unsur wilayah dan kepentingan nasional dibutuhkan ketegasan tentang batas wilayah.  Ketegasan batas wilayah tidak saja untuk mempertahankan wilayah tetapi juga untuk menegaskan hak bangsa dan negara dalam pergaulan internasional.  Wujud geomorfologi Indonesia berdasarkan Pancasila—dalam arti persatuan dan kesatuan—menuntut suatu konsep kewilayahan yang memandang daratan/pulau, lautan serta udara angkasa diatasnya, sebagai satu kesatuan wilayah.  Dari dasar inilah laut bukan lagi sebagai alat pemisah wilayah.
             
Dalam menentukan batas wilayah negara, Pemerintah RI meng-acu pada Aturan peralihan UUD-45, pasal II—“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang dasar ini”—yang memberlakukan undang-undang sebelumnya.  Pemerintah Hindia Belanda telah menge-luarkan peraturan perundang-undangan wilayah dan termuat dalam Ordomantie tahun 1939 yang diundangkan pada 26 Agustus 1939 yang dimuat dalam Staatblad No. 422 tahun 1939, tentang “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie”.  Berdasarkan ketentuan ordonansi ini, penentuan lebar laut wilayah sepanjang 3 mil laut dengan cara penarikan garis pangkal berdasar garis air pasang surut, yang dikenal pula mengikuti contour pulau/darat. Ketentuan demikian itu mempunyai konsekwensi bahwa secara hipotetis setiap pulau yang merupakan bagian wilayah negara Republik Indonesia mempunyai laut teritorial sendiri-sendiri.  Sedangkan disisi luar atau sisi laut (outer limits) dari tiap-tiap laut teritorial dijumpai laut bebas.  Jarak antara satu pulau dengan pulau lain yang menjadi bagian wilayah negara Republik Indonesia “dipi-sahkan” oleh adanya kantong-kantong laut yang berstatus sebagai laut bebas yang berada diluar yuridiksi nasional kita.  Dengan demikian dalam kantong-kantong laut nasional tidak berlaku hukum nasional.
             
Berdasar itulah pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tentang wilayah perairan Negara Republik Indonesia yang dikenal sebagai “Deklarasi Juanda”—Ir. Juanda pada periode itu sebagai Perdana Menteri Republik Indo-nesia—yang pada hakekatnya melakukan perubahan terhadap ketentuan ordonansi pada lembaran negara (staatblad) no. 422 tahun 1939 sebagai berikut :
1.       Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi didasarkan pada garis pasang surut (low water line), tetapi didasarkan pada sistem pe-narikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar dari pada pulau-pulau atau bagian pulau yang termasuk kedalam wilayah negara  Republik Indonesia (= point to point theory).
2.       Penentuan lebar laut wilayah dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.   Deklarasi Juanda pada hakikatnya adalah menerapkan asas archipelago atau asas nusantara. Didalam deklarasi ini terkandung kepentingan dan tujuan bangsa Indonesia ialah keutuhan wilayah negara di lautan.

Deklarasi ini selanjutnya diakomodasikan dalam rangkaian peraturan perundang-undangan, sebagai berikut :
1.       Undang-undang no. 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia. Dalam UU ini diberikan penjelasan dan kejelasan tentang :
a.       alasan atau argumentasi perlunya meninjau kembali peraturan tentang penentuan batas laut wilayah.
b.       Makna dan pengertian : perairan Indonesia, laut wilayah Indo-nesia, perairan pedalaman Indonesia.
2.       Peraturan Pemerintah no. 8 tahun 1960 tentang lalu-lintas laut damai perairan Indonesia.  Peraturan ini menentukan aturan-aturan, antara lain tentang :  lalu lintas laut damai kendaraan air asing di perairan pedalaman, pengertian dan makna lalu lintas damai kendaraan asing, bentuk dan luas kedaulatan wilayah Nusantara sejak “Deklarasi Juanda 1957”.

Tantangan Bangsa Indonesia Akibat Deklarasi Juanda
             
Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal negara kita menjadi utuh tidak terpecah lagi.  Hal ini menimbulkan reaksi bebe-rapa negara yang beragam dan dapat dikatagorikan menjadi 4 (Kusuma-atmaja, 2002 : 26)
1.         Negara-negara ASEAN termasuk Australia dan kini Timor Leste.
2.         Negara-negara yang berepentingan terhadap usaha perikanan laut.
3.         Negara-negara maritim yang memiliki armada angkutan niaga besar.
4.         Negara maritim besar—terutama negara adidaya—dalam rangka memcapai global strataegi.
             
Tidak kalah penting adalah tantangan ke dalam yakni : mema-hami makna negara kepulauan, makna “benua maritim” (Zen, 2005), menghilangkan faham bahwa batas wilayah tidak lagi berdasarkan garis pantai atau “contour/coastline” base, tetapi atas dasar base line.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ISI PASAL 28A-28J UUD 1945 TENTANG HAM

HAKIKAT PANCASILA

WILAYAH NEGARA