MPR RI
Bergulirnya
reformasi yang menghasilkan perubahan konstitusi telah mendorong para pengambil
keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi.
Setelah reformasi, MPR menjadi lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan
lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia
yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan Undang-Undang Dasar telah
mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah
kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan pelaksanaan
prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem ketatanegaraan dapat
berjalan optimal.
Pasal 1 ayat
(2) yang semula berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” , setelah perubahan
Undang-Undang Dasar diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian pelaksanaan
kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara,
yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga negara yang
ditentukan oleh UUD 1945.
Tugas, dan
wewenang MPR secara konstitusional diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, yang sebelum
maupun setelah perubahan salah satunya mempunyai tugas mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar sebagai hukum dasar negara yang mengatur hal-hal penting dan mendasar.
Oleh karena itu dalam perkembangan sejarahnya MPR dan konstitusi yaitu
Undang-Undang Dasar mempunyai keterkaitan yang erat seiring dengan perkembangan
ketatanegaraan Indonesia.
Tugas dan Wewenang
Mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar
MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh sekurangkurangnya 1/3 (satu
pertiga) dari jumlah anggota MPR. Setiap usul pengubahan diajukan secara
tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan diubah beserta
alasannya.
Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan MPR. Setelah menerima usul
pengubahan, pimpinan MPR memeriksa kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah
pengusul dan pasal yang diusulkan diubah yang disertai alasan pengubahan yang
paling lama dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima pimpinan
MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi
dan pimpinan Kelompok Anggota MPR untuk membahas kelengkapan persyaratan.
Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan
persyaratan, pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara
tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya. Namun, jika pengubahan
dinyatakan oleh pimpinan MPR memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR
wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari.
Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapan
persyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum dilaksanakan sidang
paripurna MPR.
Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1
(satu) anggota.
Melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil pemilihan umum
MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden hasil
pemilihan umum dalam sidang paripurna MPR. Sebelum reformasi, MPR yang
merupakan lembaga tertinggi negara memiliki kewenangan untuk memilih Presiden
dan Wakil Presiden dengan suara terbanyak, namun sejak reformasi bergulir,
kewenangan itu dicabut sendiri oleh MPR. Perubahan kewenangan tersebut
diputuskan dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia ke-7 (lanjutan 2) tanggal 09 November 2001, yang memutuskan bahwa Presiden
dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, Pasal 6A ayat (1).
Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diusulkan
oleh DPR.
MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk
memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
pada masa jabatannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima
usul. Usul DPR harus dilengkapi dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum baik
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
maupun perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Keputusan MPR terhadap usul pemberhentian Presiden
dan/atau Wakil Presiden diambil dalam sidang paripurna MPR yang dihadiri
sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota dan disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota yang hadir.
Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh
Wakil Presiden sampai berakhir masa jabatannya.
Jika terjadi kekosongan jabatan Presiden, MPR segera
menyelenggarakan sidang paripurna MPR untuk melantik Wakil Presiden menjadi
Presiden. Dalam hal MPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden bersumpah
menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan rapat paripurna
DPR. Dalam hal DPR tidak dapat mengadakan rapat,Presiden bersumpah menurut
agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan
disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
Memilih Wakil Presiden
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, MPR
menyelenggarakan sidang paripurna dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh)
hari untuk memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh
Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa
jabatannya.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden
Apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
secara bersamaan, MPR menyelenggarakan sidang paripurna paling lambat 30 (tiga
puluh) hari untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, dari 2 (dua) pasangan
calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya
meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,
sampai berakhir masa jabatannya.
Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar
Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Keanggotaan
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. Sebelum reformasi, MPR terdiri atas anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan, menurut aturan yang ditetapkan undang-undang. Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang yang terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Anggota MPR
sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang
dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Anggota MPR yang
berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama, mengucapkan
sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan MPR.
Hak anggota
- Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.
- Memilih dan dipilih.
- Membela diri.
- Imunitas.
- Protokoler.
- Keuangan dan administratif.
Kewajiban anggota
- Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.
- Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan.
- Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
- Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.
Fraksi
Fraksi adalah pengelompokan anggota MPR yang mencerminkan konfigurasi
partai politik. Fraksi dapat dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang
batas perolehan suara dalam penentuan perolehan kursi DPR. Setiap anggota MPR
yang berasal dari anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi. Fraksi
dibentuk untuk mengoptimalkan kinerja MPR dan anggota dalam melaksanakan
tugasnya sebagai wakil rakyat. Pengaturan internal fraksi sepenuhnya menjadi
urusan fraksi masing-masing.
Kelompok anggota
Kelompok
Anggota adalah pengelompokan anggota MPR yang berasal dari seluruh anggota DPD.
Kelompok Anggota dibentuk untuk meningkatkan optimalisasi dan efektivitas
kinerja MPR dan anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai wakil daerah.
Pengaturan internal Kelompok Anggota sepenuhnya menjadi urusan Kelompok
Anggota.
Alat kelengkapan
Alat kelengkapan MPR terdiri atas; Pimpinan dan
Panitia Ad Hoc.
Pimpinan
Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang
berasal dari anggota DPR dan 4 (empat) orang wakil ketua yang terdiri atas 2
(dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2 (dua) orang wakil ketua
berasal dari anggota DPD, yang ditetapkan dalam sidang paripurna MPR. Namun
pada periode 2014 - 2019 pemilihan pimpinan MPR dilaksanakan dengan mengajukan
2 paket yang di usung oleh dua koalisi besar (KMP dan KIH) dengan struktur
terdiri 4 orang dari DPR dan 1 orang dari DPD.[3]
Panitia Ad Hoc
Panitia ad hoc MPR terdiri atas pimpinan MPR dan paling sedikit 5% (lima
persen) dari jumlah anggota dan paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah
anggota yang susunannya mencerminkan unsur DPR dan unsur DPD secara
proporsional dari setiap fraksi dan Kelompok Anggota MPR.
Sidang
MPR bersidang sedikitnya duakali dalam lima tahun di
ibukota negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
- sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
- sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD
- sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya
Putusan MPR sah apabila disetujui:
- sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
- sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak,
terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai
hasil yang mufakat.
Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan (disingkat Setjen MPR) adalah Aparatur Pemerintah yang berbentuk Kesekretariatan Lembaga Negara. Setjen MPR dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal yang berada di bawah MPR dan bertanggung jawab kepada Pimpinan MPR.
Komentar
Posting Komentar