KONSTITUSI
Secara
etimologis, istilah konstitusi berasal dari bahasa perancis “ Constituer” yang
artinya membentuk. Dalam kaitan ini, konstitusi diartikan sebagai pembentuk
Negara. Dalam bahasa belanda Konstitusi disamakan dengan istilah Grundwet. Pengertian konstitusi juga bisa diartikan
sebagai peraturan dasar yang mengikat.
Definisi Konstitusi menurut para
ahli
- Herman Heller. Konstitusi mempunyai arti yang lebih luas daripada undang-undang Dasar. Konstitusi tidah hanya bersifat yuridis, tetapi mengandung pengertian sosiologisdan politis.
- Oliver Cromwell. Undang-undang Dasar itu merupakan “instrumen of govermen”, yaitu bahwa Undang-undang dibuat sebagai pegangan untuk memerintah. Dalam arti ini, Konstitusi identik dengan Undang-undang dasar.
- F. Lassalle. Konstitusi sesungguhnya menggambarkan hubungan antara kaekuasaan yang terdapat didalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata didalam masyarakat, misalnya kepala negara, angkatan perang, partai politik, buruh tani, pegawai, dan sebagainya.
- Prayudi Atmosudirdjo. Konstitusi adalah hasil atau produk sejarah dan proses perjuangan bangsa yang bersangkutan, Konstitusi merupakan rumusan dari filsafat, cita-cita, kehendak dan perjuangan suatu bangsa. Konstitusi adalah cermin dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa.
Berdasarkan
pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa konstitusi memiliki dua pengertian
yaitu :
- Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar.
- Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi.
Konvensi
sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan bearnegara mempunyai sifat :
- Merupakan kebiasaan yang berulangkali dalam prektek penyelenggaaraan Negara.
- Tidak beartentangan dengan hukum dasar tertulis/Undang-Undang Dasar dan bearjalan sejajar.
- Diterima oleh rakyat negara.
- Bersifat melengkapi sehingga memungkinkan sebagai aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar.
Konstitusi
sebagai hukum dasar memuat aturan-aturan dasar atau pokok-pokok penyelenggaraan
bernegara, yang masih bersifat umum atau bersifat garis besar dan perlu
dijabarkan lebih lanjut kedalam norma hukum dibawahnya.
Apabila
dikaitkan dengan teori jenjang norma hukum dari Hans Nawiaski, maka dasar
negara pancasila sebagai Staatfundamentalnorm/norma fundamental negara, dan
undang-undang dasar negara 1945 sebagai staatgrundgesetz atau aturan dasar atau
pokok negara.
Dahulu
konstitusi digunakan sebagai penunjuk hukum penting biasanya dikeluarkan oleh
kaisar atau raja dan digunakan secara luas dalam hukum konon untuk menandakan
keputusan subsitusi tertentu terutama dari Paus.Konstitusi pada umumnya
bersifat kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan untuk
menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini,
konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis
(formal). Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi
harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi Konstitusi bagi
organisasi pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan
kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi
mengandung pula arti konstitusi ekonomi.
Konstitusi
memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara.
Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution)
dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti
halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-undang dan
“Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam
karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua
negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
Di
beberapa negara terdapat dokumen yang menyerupai konstitusi, namun oleh negara
tersebut tidak disebut sebagai konstitusi. Dalam buku yang berjudul The Law and
The Constitution, Ivor Jenning menyebutkan di dalam dokumen konstitusi tertulis
yang dianut oleh Negara-negara tertentu yang mengatur tentang:
- Adanya wewenang dan tata cara bekerja suatu lembaga kenegaraan.
- Adanya ketentuan hak asasi yang dimiliki oleh warga negara yang diakui dan dilindungi oleh pemerintah.
Tidak
semua lembaga-lembaga pemerintahan dapat diatur dalam poin 1 dan tidak semua
hak-hak warga negara diatur dalam poin 2. Seperti halnya di negara Inggris.
Dokumen-dokumen yang tertulis hanya mengatur beberapa lembaga negara dan
beberapa hak asasi yang dimiliki oleh rakyat, satu dokumen dengan dokumen
lainya tidak sama.
Ada
konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat pendek. Konstitusi
yang terpanjang adalah India dengan 394 pasal. Kemudian Amerika Latin seperti
uruguay 332 pasal, Nicaragua 328 pasal, Cuba 286 pasal, Panama 271 pasal, Peru
236 pasal, Brazil dan Columbia 218 pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal,
di Eropa di Belanda 210 pasal.
Konstitusi
terpendek adalah Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37 pasal, Laos 44 pasal,
Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55 pasal, Ceylon 91 pasal dan
Finlandia 95 pasal.
Tujuan Konstitusi
Pada
umumnya hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan
masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di
tengah masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena
sumber utama dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar,
akan lebih jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu
sendiri. Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir sama dengan hukum,
namun tujuan dari konstitusi lebih terkait dengan:
- Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-masing.
- Hubungan antar lembaga negara.
- Hubungan antar lembaga negara(pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
- Adanya jaminan atas hak asasi manusia.
- Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin
banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak menjamin bahwa
konstitusi tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak negara yang memiliki
lembaga-lembaga yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan
yang tidak kalah penting dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam
konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak asasi manusia yang diatur diluar konstitusi
mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan dengan yang diatur di dalam
konstitusi.Dengan demikian banyak negara yang memiliki aturan-aturan tertulis
di luar konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama denga pasal-pasal yang
terdapat pada konstitusi.
Konstitusi
selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Walton H. Hamilton menyatakan
“Constitutionalism is the name given to the trust which men repose in the power
of words engrossed on parchment to keep a government in order. Untuk tujuan to
keep a government in order itu diperlukan pengaturan yang sede-mikian rupa, sehingga
dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan
sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekua-saan ini secara
alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespons perkembangan peran
relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.
Kedudukan Konstitusi
Dalam
kehidupan suatu Negara, konstitusi mempunya kedudukan resmi atau formal yang
relatif sama dengan konstitusi Negara-negara lain yaitu:
- Konstitusi sebagai Hukum Dasar. Konstitusi sebagai hukum dasar karena berisikan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu Negara, seperti secara khusus memuat aturan tentang Lembaga-Lembaga serta kewenangannya.
- Konstitusi sebagai Hukum Tertnggi. Konstitusi sebagai hukum artinya aturan-aturan yang ada dibawahnya harus sesuai dan atau tidak bertentangan dengan konstitusi serta harus ditaati bukan hanya oleh rakyat saja melainkan juga harus ditaati oleh penguasa atau pemerintah.
Sifat Konstitusi
Konstitusi
Negara ada yang bersifat luwes/supel (flexible) dan ada pula bersifat kaku
(rigid). Konstitusi dikatakan luwes/supel/flexible apabila konstitusi
memungkinkan untuk adanya perubahan sewaktu-waktu sesuai dengan perkembangan
masyaraktnya atau perkembangan zaman, contohnya konstitusi di Inggris dan
Selaindi Baru. Sedangkan konstitusi dikatakan kaku/rigid apabila konstitusi itu
dalam perubahannya melalui prosedur yang sangat sulit dengan maksud agar tidak
mudah diubah hukum dasarnya atau konstitusi tersebut, contohnya konstitusi di
Amerika, Kanada, Jerman Indonesia.[ps]
Komentar
Posting Komentar